BREAKING NEWS

The Power Of Santri

Info

Ngaji Online

Artikel

Kamis, 12 Oktober 2023

Lasem



Lasem merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Rembang. Di era Majapahit, Lasem menjadi pelabuhan penting bagi kerajaan terbesar di Nusantara itu. Lasem berkembang menjadi kota penting di pesisir utara Jawa.


Pada masa walisongo, Lasem menjadi tempat sunan Bonang untuk berdakwah. Di antara buktinya adalah adanya Pasujudan Sunan Bonang di desa Bonang Lasem. Saya sendiri berkesempatan melihat batu bekas sujud wali yang terkenal sabagai guru si Lokajaya itu. Waktu itu saya naik ke pasujudan dan ndelalah ada wartawan yang mau meliput situs peninggalan sunan Bonang itu. Akhirnya saya pun ikut masuk ke dalam dan melihat batu yang membekas arkanus sujud.


Lasem menjadi istimewa di kalangan santri. Banyak sekali pondok pesantren di daerah ini. Selain itu banyak ulama-ulama kharismatik yg tinggal di Lasem, sebut saja Sayyid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Sambu), KH. Baidhowi, KH. Maksum, KH. Masduki dll. Makam-makam beliau terletak di utara Masjid Jami' Lasem. Maka tidak berlebihan jika Lasem dijuluki sebagai kota santri, mengingat banyaknya ulama, pondok pesantren dan  santri yang mengkaji kitab kuning di kota ini.


Lasem juga menjadi tempat ketiga saya dalam menuntut ilmu selain Kudus dan Sarang. Saya pernah kuliah S1 di Ponpes Kauman Lasem asuhan KH. Zaim Ahmad. Biasanya santri Sarang kalau mbulet ke arah barat ya ke Lasem. 😅

Dari masjid Jami' Lasem masuk gang ke utara ada warung kopi lelet yang biasa dibuat nongkrong untuk memikirkan masa depan. Warung itu biasa dipanggil warung pak Jon dengan kopi lelet andalannya.

Sabtu, 12 Agustus 2023

Pasukan Kiriman Allah




Entah kebetulan atau tidak, sebulan ini ada empat orang yang silaturrahim ke saya dan orangnya sama persis dengan setahun lalu yang juga menemui saya. 

Yang pertama ada habib dari Malang, sudah sepuh dengan tutur kata yang halus. Datang hanya bertujuan untuk silaturrahim dan menyambungkan sanad keilmuan orang-orang yang dikenal. Tidak ada tujuan sedikit pun untuk menjual barang atau sekedar meminta-meminta. Habib ini hampir kenal semua kiai-kiai di Jawa dengan sanad keilmuannya. Kiai ini dulu mondoknya di sini, kiai ini mondok disini, gus ini mondok di sini, begitu seterusnya. Wajah teduh dan sepuhnya menjadikan setiap orang akan nyaman jika ngobrol dengan beliau. Jagong sejam pun tak terasa karena banyaknya orang yang beliau kenal. Di akhir silaturrahim beliau pun pamitan, sebelum pamitan, beliau saya minta untuk berdo'a. Sebelum pulang, saya pun ke kamar untuk mengambil amplop yang mau saya haturkan pada beliau. Saya murni ikhlas dan merasa amplop itu tidak ada nilainya jika dibanding dengan do'a beliau. Kira-kira setahun yang lalu beliau juga datang dengan latar dan tujuan yang sama. 

Yang kedua, sekitar beberapa minggu kemudian ada habib dari Jepara. Jujur saja, ketika pertama bertemu, hati ini rasanya sudah gak karuan. Ini pasti seperti tahun kemarin, batin saya. Dan ternyata benar, habib ini membawa barang agar dijualkan ke santri-santri. Saya bingung, mau menolak gak enak, saya terima memberatkan santri-santri. Tahun ini dapat santri berapa gus? tanyanya. 200 bib, jawab saya. Nanti saya kasih 200 ya, insya Allah berkah. Gih monggo bib, jawab saya dengan pasrah. Akhirnya uang 4 juta pun aku kasihkan, saya niati bantu cucu Rasulullah. Persis kira-kira setahun yang lalu juga kejadiannya sama, hanya saja setahun yang lalu dikasih 100 saja. 

Kira-kira beberapa hari kemudian, di waktu sore hari, ada tamu yang datang. Yik Umar gus, seloroh beliau. Oh monggo yik pinarak, jawab saya. Yik Umar ini alumni Sarang, jadi sama-sama santrinya Mbah Maimoen. Dulu beliau diminta pak lek saya (lek Asnawi) agar ke rumah saya di ponpes Qudsiyyah Putri. Akhirnya beliau pun bertemu saya di sini. Ngobrol kami lebih ke seputar pondok sarang dan alumni-alumni yang kami kenal. Yik Umar ini humbel orangnya, jadi enak diajak ngobrol. Sebelum pamitan, beliau menawarkan parfum. Minyak gus, kagem njenengan. Pinten niki yik, tanya saya. Mpun sak kersane njenengan, jawabnya. Saya pun masuk kamar dan mengasihkan selembar uang. Niki yik kagem tumbas bensin, tutur saya. Doakan yik semoga berkah hidup saya. Setahun yang lalu pun kejadian hampir sama persis. 

Dan yang keempat, dua hari berselang, jumu'ah pagi ketika saya baru momong anak kelima saya, tiba-tiba ada bapak-bapak yang mengucap salam. Ketika saya jawab dan melihat orangnya, saya langsung ingat orang itu, walaupun lupa namanya. Monggo pak, ting kantor mawon mangkih kulo tak mriko. Wis ning kene wae, jawab beliau. Beliau ini adalah alumni Qudsiyyah angkatannya pak Naf'an, namun hanya sampi MI saja. Setelah itu beliau melanjutkan mondok di Sarang. Begitu masuk rumah beliau langsung membuka tas, dan mengeluarkan beberapa kitab. Iki lho nawani kitab, katanya. Saya pun membuka-buka beberapa kitab yang dibawanya. Batinku, aku ki wong males mutholaah koq ditawani kitab wae. Akhirnya kami pun ngobrol-ngobrol tentang qudsiyyah dan perkembangannya, alumni-alumni sarang yang kami kenal, dan beberapa kiai yang saya tanyakan. Ketika mau pamitan, saya pun diingatkan lagi. Endi kitab sing mpuk jupuk, selorohnya. Sing loro niki mpun gadhah pak, mpun sing niki mawon, jawab saya. Saya pun mengambilkan uang beberapa lembar untuk membayarnya. Saya terpaksa membelinya karena setahun yang lalu dengan agak terpaksa saya tidak membeli kitab yang beliau tawarkan. Ya Allah, saya niati semua ini untuk membantu sesama, jika Engkau berkenan mohon kabulkan hajat saya karena sesungguhnya saya juga orang yang masih kurang seperti mereka.

Sabtu, 29 Januari 2022

Pemandian Bektiharjo

 



Pada akhir tahun ajaran, biasanya keamanan pondok mulai memberlakukan masa bebas. Sambil menunggu haflah akhirus sanah dan setelah selesainya imtihan semester dua, biasanya santri sedikit dibebaskan untuk keluar area pondok. Waktu itu selesai imtihan semester dua kelas 5 Muhadloroh, ada beberapa teman yang mengajak untuk mandi di pemandian alam Bektiharjo. Ada sekitar sepuluhan teman angkatan yang rencana ikut gabung ke salah satu pemandian kuno di Tuban itu. 


Pemandian dengan sumber mata air alami ini merupakan peninggalan Raden Danur Wendo dari kadipaten Tuban, yang sejak abad XIII sudah berfungsi sebagai sumber air minum. Pemandian ini berjarak sekitar 5 Km dari Kota Tuban dan terletak di desa Bektiharjo, kecamatan Semanding, kabupaten Tuban, Jawa Timur. Pemandian ini sangat cocok untuk digunakan sebagai relaksasi setelah mengalami kepenatan selama di pondok. 


Walhasil, kami pun segera menuju ke Tuban dengan menaiki armada bus yang selalu lewat di depan pondok tercinta itu. Memang pondok sarang itu 24 jam selalu dilewati bus jurusan Surabaya-Jakarta karena letaknya yang strategis di jalur pantura. Setelah sampai di Tuban lalu kami naik angkot jurusan Bektiharjo kec. Semanding. Singkat cerita, kami pun sampai di pemandian dan segera mandi di sana. Setelah sekira sejam berendam di air dan kepenatan terasa hilang, kami segera mentas dan makan siang di situ. Di pemandian itu, banyak warung-warung yang menjajakan masakannya. Di pemandian itu juga banyak sekali monyet-monyet yang kadang mengejar pengunjung. Mungkin dia caper ya dengan pengunjung yang datang.


Setelah selesai makan, kami pun segera meninggalkan bektiharjo menuju kota Tuban. Setelah sampai di jalur pantura kota Tuban, tiba-tiba teman saya mengajak untuk bonek sampai ke pondok. Saya pun pasrah aja diajak bonek dan itu akan menjadi pengalaman pertama bagiku, pikirku waktu itu. Setelah menunggu beberapa menit, lewatlah truk muatan semen Gresik. Tanpa pikir panjang, teman-teman pun langsung pada naik ke truck itu, tak terkecuali saya. Di atas truck kami pun bersendau gurau dan tertawa lepas. Kami merasa senang karena bisa ngirit lima belasan ribu kira-kira. Namun ternyata dugaan kami meleset, truck semen Gresik itu ternyata hanya sampai Glondong kec. Tambak Boyo dan masuk ke kiri menuju pabrik. Teman-teman saya yang memang sudah terbiasa bonek itu pun segera pada turun walaupun posisi truck masih jalan. Mereka pada melompat seperti bajing yang sudah terlatih. Naas bagi saya, wajah lugu yang tidak biasa bonek ini pun bingung. Mau loncat gak berani, gak loncat nanti ikut masuk ke pabrik. Akhirnya dengan mengumpulkan segenap keberanian dan tenaga, saya pun loncat juga. Alhamdulillah berhasil, mungkin Tuhan masih sayang dengan saya. 😂😂😂

Jumat, 28 Januari 2022

Khidmah di NU

 


Sebenarnya sampai saat ini nama saya masih tercantum di kepengurusan NU. Di cabang saya ikut di RMI NU kab. Kudus yang dipandegani mas Khifni Nasif dan di MWC NU tercatat di LBM kec. Kota. Namun harus saya akui bahwa saya tidak aktif di kepengurusan tersebut. Ketika saya diajak untuk bergabung, saya sudah bilang tidak bisa karena saya terikat di pondok pesantren Qudsiyyah Putri sebagai pengasuh. Saya tidak mau jika terlalu sibuk organisasi di luar akan mengurangi dan mengganggu kinerja saya sebagai pengasuh. Saya adalah tipe orang yang harus menjalankan tugas atau amanah dengan baik, jadi saya tidak mau mengecewakan pengurus yang sudah mempercayai saya. 


Namun ketika sudah saya jawab seperti itu, mereka masih memaksa saya agar tetap ikut dicantumkan. Akhirnya saya pun hanya mempersilakan, namun dengan konsekuensi mungkin tidak bisa begitu aktif. Setelah beberapa tahun berlalu ternyata betul dugaan saya. Ponpes Qudsiyyah Putri semakin berkembang dengan santri sekitar 600 orang, membuat saya relatif lebih konsen untuk mengurus pondok daripada kegiatan organisasi di luar. Bahkan untuk mengunjungi orang tua pun sepekan sekali kadang belum tentu. Ya saking banyaknya urusan pondok yang harus diselesaikan, apalagi yang berkaitan dengan wali santri. 


Di NU sendiri sebenarnya saya aktif berorganisasi mulai dari bawah. Tahun 2005 saya menjadi ketua IPNU ranting padurenan. Ketika itu saya juga menjadi tim instruktur PAC IPNU kec. Gebog. Setahun kemudian saya mondok ke sarang, jadi untuk berkecimpung di NU harus off dulu. Setelah pulang dari sarang dan kembali ke Padurenan, tahun 2015-2017 saya dipercaya untuk memimpin GP. Ansor desa Padurenan. Dan akhirnya tahun 2017 itu saya diberi amanah untuk menjadi Pengasuh di ponpes Qudsiyyah Putri. Aktif di NU pun off kembali.


Semoga nanti ke depan, bisa diberi kesempatan untuk khidmah di NU kembali.

Kamis, 27 Januari 2022

Haul KHR. Asnawi (3)

 



Madrasah Qudsiyyah adalah salah satu madrasah tertua yang didirikan oleh KHR. Asnawi. Qudsiyyah didirikan pada tahun 1919 M, yang berarti bahwa beliau lebih dahulu mendirikan madrasah sebagai majlis untuk menyebarkan ilmu daripada mendirikan pondok pesantren. Ponpes Roudlotut Tholibin sendiri didirikan oleh KHR. Asnawi pada tahun 1927 M, atau 8 tahun setelah berdirinya madrasah Qudsiyyah.


Rabu kemarin, 26 Januari 2022 madrasah Qudsiyyah mengadakan peringatan haul muassis dengan rangkaian khotmil qur'an yang diadakan di masing-masing tingkatan. Mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, baik putra maupun putri. Semua serentak mengadakan khotmil qur'an mulai pukul 08.00 WIB. Di Qudsiyyah Putri sendiri, khotmil qur'an berakhir sekitar pukul 09.30. Setelah itu agenda dilanjutkan dengan ziarah ke makam KHR. Asnawi di komplek makam Kangjeng Sunan Kudus. 


Santri-santri putri sangat senang jika ada agenda ziarah terutama santri pondok yang notabene jarang bisa keluar dari area ponpes. Walaupun naik truck dengan full AC, semua santri kelihatan bahagia dan bersemangat. Karena banyaknya santri dan waktu yang sudah agak siang, maka santri dibagi menjadi dua, ada yang di area makam mbah Sunan Kudus dan ada yang di area makam KHR. Asnawi. Setelah selesai ziarah, santri-santri segera kembali ke madrasah untuk makan siang. Siang itu sudah disiapkan makan kepungan atau nampanan sebagai ciri khas santri. Agenda haul muassis adalah agenda tahunan. Tahun ini merupakan haul yang ke 64. KHR. Asnawi wafat pada tanggal 25 Jumadal Akhiroh 1379 Hijriyyah yang bertepatan dengan 26 Desember 1959 Miladiyyah. Semoga santri-santri qudsiyyah baik putra maupun putri senantiasa mendapat keberkahan dari muassisnya. Amiiin.

Selasa, 25 Januari 2022

Cheking Akhir Persiapan Haul KHR. Asnawi



Selasa malam kemarin panitia mituhu muassis mengadakan rapat cheking akhir karena waktu pelaksanaan haul tinggal sehari lagi. Haul Muassis yang menjadi agenda tahunan IKAQ itu akan dilaksanakan besok malam kamis pon, 24 Jumadal akhiroh 1443 H. Haul Muassis diadakan di kompleks makam Kangjeng Sunan Kudus karena makam Mbah Raden Asnawi ada di sana. 


Selama dua tahun kemarin cuaca tidak begitu mendukung karena terjadi hujan walaupun dengan intensitas yang tidak begitu besar. Ketika hujan pasti semua orang menyalahkan, piye tah iki dipawangi opo ora? Gerutu sebagian orang. Bagi saya ketika haul seorang ulama' koq hujan itu menunjukkan kebesaran ulama' tersebut. Hujan adalah rahmat Allah, ketika ada haul seorang ulama' atau wali Allah maka Allah akan menurunkan rahmatnya. Seberapa hebat pawang itu, kalau jatahe hujan ya hujan.


Dalam rapat cheking malam itu semua seksi melaporkan kesiapannya masing-masing, mulai dari acara, perlengkapan, seksi khotimin, akomodasi, dan sebagainya. Sebelum acara rapat koordinasi, tak lupa untuk membaca do'a rosul dan selametan bubur abang putih terlebih dahulu. Ini adalah tradisi setiap mau ada event agar selama acara berlangsung diberi kelancaran. Malam itu saya yang ditunjuk untuk membaca do'a rosul. 


Haul muassis tahun ini adalah acara yang digelar sesuai prokes untuk kedua kalinya. Ya, karena masih dianggap musim pandemi, maka kami harus mengikuti arahan dari satgas Covid kabupaten Kudus. Memakai masker, jaga jarak, dan sudah vaksin adalah beberapa protap pencegahan Covid 19 yang diharapkan oleh satgas Covid kab. Kudus bisa terpenuhi. Semua ini dilakukan demi kebaikan bersama. Semoga acara haul muassis besok malam bisa berjalan dengan lancar.

Senin, 24 Januari 2022

Posonan di Trenggalek




Pada tahun 2009 saya diajak teman saya untuk posonan ke Trenggalek. Waktu itu saya tidak begitu tau spesifikasi pondok yang dituju teman saya. Saya kira ya ngaji kitab seperti di sarang. Sebelum pamitan sama gus Wafi, karena ketika itu saya memang dekat dengan beliau, beliau bertanya. "Posonan ning kono lapo bah?" Gih pingin ngucali pengalaman gus, jawab saya. Yo wis ati-ati, jawab beliau.


Malam terakhir bulan sya'ban itu kami pun berangkat dari sarang. Sekitar pukul 03.00 wib bus sampai Tuban dan kondektur membangunkan para penumpang. Yang sahur yang sahur, suara sanyut-sanyut itu terdengar. Karena baru enakan tidur, kami pun tidak mengiyakan seruan kondektur itu. Sampai akhirnya bis berangkat lagi dan sampai di Babat tepat suara tarkhim pertanda mau adzan subuh. Karena sudah tidak ada waktu kami pun sudah pasrah untuk melalui puasa hari pertama tanpa sahur. Saya melihat teman saya minum air keran untuk menambah amunisi tubuh. Kasihan sekali teman saya itu 😅.


Pagi harinya kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke kwagean pondoknya yai Hannan. Saya mampir ke situ karena ada teman Qudsiyyah yang mondok di situ. Setelah sampai di Pare, saya hubungi teman saya tapi gak ada balasan. Ternyata di kwagean sudah mulai balagh romadlonnya, sehingga teman saya tidak on hpnya. Sambil menunggu, kami pun pergi ke musholla dan tiduran di situ. Ketika itu sudah siang hari jadi perut kami sudah mulai lapar. Teman saya mengajak untuk membatalkan puasa saja tapi saya menahannya. Poso hari pertama mosok mukak, jawab saya. Walaupun secara hukum kami diperbolehkan mengganti di hari yang lain karena sedang musafir.


Setelah jamaah dhuhur akhirnya teman saya baru menghubungi dan kami pun akhirnya mampir sebentar ke pondoknya yai Hannan. Setelah dirasa cukup kami pun melanjutkan perjalanan menuju Trenggalek. Karena naik turun bus, waktu pun tidak bisa diprediksi. Adzan maghrib posisi kami masih di bus, belum sampai ke Trenggalek. Akhirnya kami pun buka puasa seadanya dengan membeli jajan yang dijajakan para penjaja yang berlalu lalang. Sekitar isya kami pun sampai di Trenggalek tepatnya di desa Kamulan, saya lupa nama pondoknya. Kami pun segera mendaftar dan mendapatkan kamar. Agar tidak ketinggalan tarowih, kami pun segera menuju ke masjid. Setelah tarowih selesai dan istirahat sebentar, balagh Romadhon pun segera dimulai. 


Romo Yai Masruhin, itulah nama pengasuh pondoknya. Setelah membaca kitab ternyata yang dibacakan adalah kitab-kitab ijazah kanuragan. Saya pun sedikit kecewa dengan teman saya, saya kira ngaji kitab seperti di sarang ternyata ilmu kanuragan. Bersambung..


#30haribercerita

#harikeduapuluhempat

 
Copyright © 2022 ISBAH KHOLILI. Designed by MikiAlQudsy